Member
- Joined
- Sep 26, 2024
- Messages
- 38
- Thread Author
- #1
Coba anda tanyakan ke anak remaja zaman sekarang, tahukah mereka Enny Arrow? Saya kira sebagian besar mereka akan menggelengkan kepala. Namun bila anda tanyakan kepada mereka yang kini berusia di atas 35 tahun, nama Enny Arrow mungkin tidak asing bagi mereka.
Saya sendiri tidak tahu pasti kapan pertama kali mendengar nama Enny Arrow dan membaca buku-buku hasil karya Enny Arrow. Mungkin sekitar SMP di tahun 1987 sampai dengan kuliah sekitar awal tahun 90-an. Bagi banyak remaja di sekitar tahun tersebut, Enny Arrow merupakan hal yang penting dan mengajarkan kepada mereka betapa liarnya imajinasi bila menyangkut hal-hal yang berbau seks.
Sekilas kita kembali ke akhir tahun 80-an. Saat itu tentu saja mana ada DVD, VCD atau Blue Ray. Internet siapa pula yang punya. Hidup di zaman orde baru yang serba terbatas dalam hal menyangkut kreatifitas adalah suatu kemustian. Namun sastra esek-esek tidak kehilangan pamor. Salah satunya yang paling banyak dibicarakan dan dicari waktu itu adalah Enny Arrow, selain Freddy S dan Nick Carter.
Buku-buku Enny Arrow yang banyak dalam bentuk stensilan diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi alias underground. Sering yang menjualnya pada waktu itu menyelipkan stensilan tersebut di antara koran atau majalah yang mereka jual. Menjualnyanya pun sambil berbisik. Karya Enny Arrow tersebar luas. Saya tidak tahu pasti apakah ada satu atau lebih sistem distribusinya. Namun yang jelas stensilan cabul itu beredar cukup luas, banyak diperjualbelikan.
Coba kita nukilkan apa yang disampaikan Enny Arrow dalam salah satu stesilannya:
Benny merasakan geli yang nyaman ketika Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke ehernya. Geli yang merambati pembuluh-pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya sama sekali tidak merasakan dingin. Hati mereka hangat. Lengan-lengan mereka saling merangkul. erat. Keduanya merasakan diri melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka.
Sebuah deskripsi yang sangat bagus bukan? Saya baru tahu sekarang setelah melihat dengan lebih teliti ada kata Berkesiur. Tampaknya bukan orang sembarangan yang mampu merangkai kata demi kata dengan indah ini. Saya kira terlepas dari stensilan yang memuat seks secara vulgar, Enny Arrow adalah orang yang cukup pintar. Namun demikian, kata-kata manis itu hanyalah pembuka, selebihnya hanyalah fantasi seks.
Anehnya bagi banyak pencinta stensilan Enny Arrow, siapa Enny Arrow sebenarnya bukanlah masalah betul. Apakah ia ada, apakah stensilan itu hanya mengatasnamakan Enny Arrow namun orang lain yang menuliskannya tidak penting amat. Yang penting adalah isi cerita dalam stensilan itu.
Kisahnya, walau dimulai dengan kata-kata manis, sering dengan deskripsi tentang seseorang yang yang ditinggalkan pacar lalu patah hati dan kemudian menemukan cinta lagi, akhirnya akan berkesudahan di ranjang. Dan hal itu (permainan di ranjang) memang menu utama stensilan tersebut. Enny Arrow juga tidak membatasi khayal pembacanya. Semua organ disebutkan secara vulgar, tanpa malu-malu, tidak lain karena ini stensilan cabul.
Sering sekali saking liarnya imajinasi pengarangnya, hanya butuh dua pertemuan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki, mereka sudah melakukan hubungan intim. Sering juga hubungan tersebut sedemikian mudahnya terjadi dan bisa disimpulkan bahwa stensilan ini digemari karena hampir tidak ada media lain yang bisa dijadikan alat untuk memuaskan fantasi seks remaja waktu itu. Stensilan Enny Arrow tersebut tiada lain maksudnya untuk menggugah syahwat pembacanya.
Ketenaran Enny Arrow secara diam-diam ini terus terjaga. Tidak banyak orang yang tahu siapa sebenarnya Enny Arrow, di mana ia tinggal, apakah ia orang yang sebenarnya ataukah itu hanya nama pena dan lebih penting lagi hampir tidak ada orang yang peduli dengan hal tersebut. Bagi remaja waktu itu Enny Arrow sangat penting sehingga memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pengetahuan seks mereka.
Dalam sebuah survei yang diadakan oleh Majalah Men's Health Indonesia tahun 2003 yang lalu, pengaruh Enny Arrow ini menjadi nyata. Menurut 17,2% responden, membaca karya Enny Arrow/stensilan menjadi sumber pertama pengetahuan mereka tentang seks.
Cukup mengherankan, ternyata stensilan cabul yang diedarkan secara diam-diam bisa memengaruhi banyak orang.
Kini di mana DVD porno sangat banyak plus internet yang juga menyediakan sangat banyak hal-hal berbau porno, tentunya Enny Arrow bukan lagi sesuatu yang penting lagi. Namun, mana tahu ada produsen yang berminat memfilmkan satu atau dua stensilan Enny Arrow, apalagi kalau dibuat versi 3D-nya pasti jadi Box Office
Siapakah sebenarnya Enny Arrow?
Anak muda saat ini mungkin banyak yang tidak mengetahui siapa yang dimaksud dengan Enny Arrow. Mereka yang menginjak ABG pada tahun 1980-an, tentu hapal betul novel-novel karya Enny Arrow. Pada masanya, Enny Arrow adalah legenda. Remaja pria yang berusia belasan tahun tahun 80an pasti pernah sembunyi-sembunyi membaca novel Enny Arrow. Novel Enny Arrow tidak tebal, hanya puluhan lembar. Isinya luar biasa vulgar. Menggambarkan hubungan seks secara detil dan hiperbola. Pembaca diajak berimajinasi liar membayangkan sepasang kekasih berasyik masyuk. Tak ada alur cerita di dalam novel itu, hanya dari satu adegan seks ke adegan berikutnya.
Enny Arrow, adalah nama yang begitu melekat dalam dunia penulisan Indonesia pada tahun 1977-1992, karya-karyanya adalah yang paling banyak dibaca generasi muda Indonesia, terlahir dengan nama Enny Sukaesih Probowidagdo, lahir di Desa Hambalang, Bogor tahun 1924. Memulai karirnya sebagai wartawan pada masa pendudukan Jepang, belajar Steno di Yamataka Agency, kemudian direkrut menjadi salah satu propagandis Heiho dan Keibodan. Pada masa Revolusi Kemerdekaan, Enny Arrow bekerja sebagai wartawan Republikein yang mengamati jalannya pertempuran di seputar wilayah Bekasi.
Pada tahun 1965 Enny Sukaesih menulis karangan dengan judul "Sendja Merah di Pelabuhan Djakarta" karangannya ini merupakan pertama kali ia mengenalkan nama samaran sebagai "Enny Arrow" kata Arrow ia dapatkan sesuai dengan nama toko penjahit di dekat Kalimalang yang bernama Tukang Djahit "Arrow", di toko tempat penjahit itulah Enny Sukaesih pernah bekerja sebagai penjahit pakaian.
Setelah Gestapu 1965, suasana politik tidak menentu, Enny Arrow kemudian berkelana ke Filipina pada bulan Desember 1965, dari Manila ia pergi ke Hong Kong dan kemudian ia mendarat di Seattle Amerika Serikat pada bulan April 1967.
Di Amerika Serikat Enny Arrow belajar penulisan kreatif bergaya Steinbeck, setelah menemukan irama Steinbeck, Enny Arrow mencoba menuliskan beberapa karyanya di koran-koran terkenal Amerika Serikat, salah satu karya Enny Arrow adalah novel dengan judul : "Mirror Mirror".
Pada tahun 1974 dia kembali ke Djakarta dan bekerja di salah satu perusahaan asing di Jakarta sebagai copy writer atas kontrak-kontrak bisnis, semasa kerjanya ini Enny Arrow rajin menuliskan karya sastra yang amat bermutu, karya sastranya yang disebut-sebut mengalahkan popularitas Ali Topan Anak Jalanan adalah "Kisah Tante Sonya". Pada tahun 1980 karya Enny Arrow mendapatkan sambutan yang luar biasa di banyak penerbit-penerbit rakyat di sekitaran Pasar Senen.
Enny Arrow bukan saja penulis yang berkibar karena karya-karyanya, ia juga merupakan penantang atas sastra-sastra yang berpihak pada kaum pemodal, sampai pada kematian Enny Arrow pada tahun 1995 tak satupun orang Indonesia tau siapa Enny Arrow, dan dia menolak bukunya dijual di toko-toko buku besar.
SUMBER